Selasa, 21 Februari 2017

‘AQIQAH - GREEN AKIKAH



‘Aqiqah adalah sembelihan hewan untuk yang baru lahir baik laki-laki mapun perempuan di hari ketujuh dari hari kelahirannya.
Hukum ‘aqiqah dikalangan ahli fiqih terjadi ikhtilaf yang perbedaan tersebut disebabkan perbedaan dalam memahami mafhum hadits. Golongan Zhahiriyah memandang ‘aqiqah itu suatu kewajiban, sedangkan Imam Hanafi memandang ‘aqiqah itu tidak fardhu tidak pula sunah akan tetapi tathawwu (suka rela), akan tetapi jumhur berpendapat bahwa ‘aqiqah adalah sunah. Kontek hadits yang menunjukkan kewajiban adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Samurah ra. Sebagai berikut: “Tiap-tiap anak tergadai pada ‘aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuhnya dan kotoran dibersihkan daripadanya.” Sedangkan kontek hadits yang menunjukkan sunah adalah sebagai berikut: “Aku tidak suka kenakalan (kenakalan anak terhadap orang tuanya). Barang siapa dianugerahi anak (bayi) kemmudian ia hendak menyembelih hewan untuk anaknya, hendaknya diperbuatnya.”
Menurut jumhur, hewan yang biasa dipakai untuk ‘aqiqah adalah hewan yang bisa dipakai untuk qurban. Imam Malik lebih suka memakai kambimh domba, sesuai pendapatnya tentang qurban. Adapun ulama-ulama yang lain tetap memegangi aturan pokok, yaitu unta lebih utama dari sapi, dan sapi lebih utama dari kambing.
Tentang bilangan hewan untuk ‘aqiqah, para ulama memperselisihkannya. Imam Malik berpendapat baik untuk laki-laki maupun perempuan adalah satu kambing. Sedangkan Imam Syafi’i, Abu Tsaur, Abu Dawud dan Ahmad berpendapat untuk laki-laki dua ekor kambing dan untuk perempuan satu ekor kambing.
Para ulama berselisih pendapat mengenai waktu penyembelihan hewan ‘aqiqah. Menurut Imam Malik, kalau bayi itu dilahirkan siang hari maka siangnya itu tidak dihitung dalam bilangan tujuh hari, sedangkan menurut Abdul Malik ibn al-Madjassum, bahwa siang harinya dihitung. Manurut Imam al-Qasim dalam kitabnya “Al-Atabiyyah” menerangkan kalau penyembelihan ‘aqiqah dilakukan pada malam hari maka tidak boleh.
Ulama-ulama Maliki berbeda-beda pendapat tentang awal waktu yang mencukupi. Menurut satu pendapat bahwa awal waktu tersebut adalah waktu dhuha. Menurut pendapat yang lain awal waktu tersebut adalah sesudah fajar sesuai dengan pendapat Imam Malik sendiri tentang penyembelihan hadyu (qurban). Dan sudah barang tentu, bagi fuqaha yang memperbolehkan berqurban di malam hari maka ia memperbolehkan ‘aqiqah di malam hari pula. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa penyembelihan dapat dilangsungkan pada hari ke tujuh, jika tidak maka pada hari keempat belas, dan jika yang demikian masih tidak memungkinkan maka dapat dilakukan kapan saja. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Baihaqi: “Disembelih pada hari yang ketujuh dan hari yang keempat belas dan pada kedua puluh satu.” Akan tetapi para ulama bersepakat hari yang paling afdhal (lebih utama) untuk penyembelihan ‘aqiqah adalah hari yang ketujuh.
Sebagaimana daging qurban, daging ‘aqiqah pun dibagi-bagikan kepada fakir miskin. Daging tersebut agar dimasak terlebih dahulu karena hal ini adalah sunah, kemudian disedekahkan kepada fakir miskin atau tetangga-tetangganya. Bagi yang memperbuat ‘aqiqah boleh memakan sedikit dari daging ‘aqiqah sebagaimana qurban, kalau ‘aqiqah tersebut adalah sunah bukan ‘aqiqah nadzar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar